Logika Mekanisme Kualat. Orang Baik Wajib Kuasai!

thedeny

Thedeny.id, SurakartaCoba amati bagaimana pelanggan rumah makan menjadi raja. Saat butuh minum, tinggal suruh. Butuh makan, tinggal suruh. Butuh asbak, tinggal suruh. Piring dan meja kotor, bodoh amat. Pokoknya pelanggan jadi raja yang dilayani dengan baik.

Kenapa begitu? Karena pembeli sanggup bayar lebih.

Pemilik rumah makan sebenarnya telah membayar balik kepada pembeli. Dia sediakan nasi dan lauknya, tempat makan, alat makan, layanan, itu semua harga yang dibayarkan penjual kepada pembeli. Namun pembeli ada kesanggupan membayar lebih karena setiap pembeli tentu membayar dengan memberi keuntungan kepada  penjual.

Sama-sama bayar. Namun pembeli sanggup bayar lebih berupa keuntungan untuk penjual itu yang jadikan pembeli punya aura kemuliaan. Karena beraura mulia, dia dilayani, dihormati, diperhatikan kebutuhannya, dicari-cari, dan bentuk pemuliaan lainnya.

“Mau beraura mulia? Ya, ini salah satu kuncinya. Secara sosial gemarlah membayar lebih pada kehidupan.”

Misalnya temen-temen jadi pegawai negeri sipil, dibayar oleh negara. Tapi kalau ingin beraura mulia, harus bayar lebih kepada negara, bayar dengan pengabdian dan pelayanan terbaik.

Umpama temen-temen seorang istri sudah dibayar nafkah oleh suami, ya bayar lebih dengan kebaikan dan ketaatan kepada suami. Misalnya temen-temen seorang suami, sudah dibayar ketaatan oleh istri, ya bayar lebih dengan nafkah dan kasih sayang.

Misalnya lagi temen-temen bisnis, sudah banyak dibayar cuan oleh pembeli, ya bayar lebih dengan sedekah di luar dagang. Terapkan sistem CRM terbaik pada pembeli. Membayar lebih secara sosial itu kunci beraura mulia.

Lebih mulia lagi coba kunjungi warung mie ayam, harga 11 ribu per mangkok. Kemudian temen-temen bayar 20 ribu tanpa minta kembalian. Disitu temen-temen tidak sekedar dilayani, tapi akan super dimuliakan dan dihormati bukan? Minimal penjual akan memberi kesan positif dengan cara berterimakasih dan gesture tubuh yang memuliakan temen-temen.

“Gemar bayar lebih kehidupan, itu yang kenapa setiap orang yang bertemu kita seperti menangkap energi kemuliaan. Sebab mekanisme di atas dimana pembeli beraura mulia, karena pembeli sanggup bayar lebih.”

Anda searching di Youtube sosok Habib Syaikhon bin Musthofa Al-Bahar atau Wan Sehan, beliau sosok waliyullah yang terkenal majdzub, dimana prilaku beliau sehari-hari seperti orang gila. Lah prilaku seperti orang gila kok bisa-bisanya orang yang hadir di sekeliling beliau sangat hormat dan memuliakan beliau. Beliau dihormati dan disegani selayaknya para raja.

Itu energi apa?

Itulah energi orang yang daya bayarnya sudah sangat besar di alam semesta ini, entah apapun bentuk bayarannya, yang jelas bayaran lebih.

Sekarang kalau temen-temen beli mie ayam harga 11 ribu per mangkok. Terus cuma bayar 8 ribu lalu kabur, apa yang terjadi? Ya pasti akan dibangs4t-bangs4tkan, terhina dan tidak dihargai. Boro-boro dimuliakan dan dilayani, tidak dilempar batu sudah mending. Heuheu..

Coba amati, ada orang ketika ia bertamu ke rumah temen-temen sepertinya malas banget menemui. Apalagi untuk memuliakan. Temui saja malas. Bikin badan sakit. Nah, itu orang yang sebenarnya ketekoran energi membayar. Bisa jadi latar belakangnya culas, mungkin penjilat, atau mungkin maling, mungkin juga orang tamak, dan hal lain dimana ia sering bayar kurang dalam kehidupan ini. Ia tidak ada aura energi mulianya.

Jadi jangan santai-santai gemar tawar barang jualan dengan harga banting. Gemar cari gratisan, gemar cari bantuan sosial, gemar lari dari kewajiban pajak, gemar pakai kendaraan telat pajak, gemar dikondangi dan diuluri tangan, gemar ditraktir, apalagi gemar minta-minta sumbangan, karena itu semua adalah pola-pola mengurangi daya bayar kita, efek resikonya jadi hilang energi mulianya. Selanjutnya jadi kaum dhuafa yang compang-camping finansialnya, ruwet hidupnya, seret rezekinya, dan lemah harga dirinya.

Nyesek kan?

Remuk lagi jika sudah diberi 1 mangkok mie ayam. Boro-boro membayar walaupun kurang, malahan temen-temen merampok warungnya, jadi apa diri kita?

Beberapa waktu lalu ada info yang memberitakan tuntunan vonis mati dari jaksa untuk Irjen Polisi Teddy Minahasa. Lah kok saya komentari, “Semoga terkabul. Amin.” Dan rata-rata netizen komentar serupa, dan tidak sedikit yang mengolok-olok Teddy Minahasa. Kok saya sejahat itu? Ada orang dituntut vonis mati kok malah doakan kemampusan untuknya?

Ya. Itu fenomena orang yang bayarnya selalu kurang dengan kehidupan. Lah iya, dia dibayar rakyat untuk amankan rakyat dari tindakan kejahatan termasuk kejahatan narkoba, lah bukannya dia membayar dengan pengabdian penuh amanah, malahan rakyat diedari narkoba olehnya. Dikasih mie ayam semangkok bukannya bayar sesuai harga, malah yang punya warung dirampok. Hasilnya Teddy Minahasa dikutuk rakyat layaknya anj1ng gila. Walaupun hartanya trilyunan, pangkatnya jenderal, pendidikannya tinggi, namun energinya terlaknat.

Nah kalau temen-temen di warung mie ayam, sudah bayar sesuai harga, atau malah bayar lebih, dimana seharusnya temen-temen sangat dimuliakan, lantas kok direndahkan layaknya orang yang bayar kurang, lantas apa yang terjadi? Yang terjadi orang yang merendahkan kita pasti kualat.

Kerap ditemui orang yang kalau kita rendahkan dirinya kok kita yang kena kualat? Ya itu karena bukan level orang tersebut kita rendahkan. Levelnya di depan kita, dia harus dimuliakan. Sebab bisa jadi kapasitas pembayarannya lebih tinggi dari kita.

Kalau kita alami kualat dari seseorang, segeralah minta maaf lalu muliakan dirinya. Sebab energi bayarnya kepada kita jauh lebih tinggi.

Mudah bukan kuasai ilmu ini? 🙂

 

Artikel hasil kurasi dari guru Gus Banan.

Also Read

Bagikan:

Tags

Leave a Comment